JAKARTA, SANGIASULTRA.ID – Perjuangan rakyat Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara, menulis ulang peta perlawanan terhadap tambang di Indonesia. Setelah bertahun-tahun hidup di bawah ancaman tambang nikel milik PT Gema Kreasi Perdana (GKP), anak usaha Harita Group, rakyat Wawonii akhirnya memenangkan pertarungan hukum panjang di Mahkamah Agung (MA).
Melalui Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor: 83 PK/TUN/TF/2025, Majelis Hakim Agung Mahkamah Agung Menolak Permohonan PK dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan perusahaan, serta menguatkan pencabutan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT GKP di pulau kecil itu.
Kebijakan Negara Menumbalkan Pulau Kecil
Izin tambang di Wawonii awalnya diberikan lewat SK Menteri Kehutanan Nomor SK.576/Menhut-II/2014, mencakup lebih dari 700 hektar kawasan hutan. Tanpa mempertimbangkan kondisi sosial, ekologi juga ekonomi Pulau Wawonii yang merupakan pulau kecil.
Pulau Wawonii merupakan ruang hidup bagi masyarakat yang telah turun temurun hidup, mengelola, dan memanfaatkan darat dan lautnya, di mana terdapat 43,545 jiwa beserta makhluk hidup endemik lainnya, sehingga secara hukum dilarang untuk ditambang. Pulau Wawonii hanya seluas sekitar 867 km² jauh di bawah ambang batas ekologis untuk menanggung operasi tambang nikel berskala raksasa.
Pada akhir 2019, alat berat perusahaan masuk untuk membangun infrastruktur pertambangan. Disaat bersamaan ruang hidup dan penghidupan rakyat dirusak seperti kebun warga, sumber air bersih mengering, perairan pesisirnya berubah menjadi keruh dan coklat, hingga meningkatnya konflik horizontal antar warga. Ironinya, puluhan warga dikriminalisasi akibat mempertahankan tanahnya. Negara, baik pusat maupun daerah, seolah mengabdi pada izin untuk kepentingan tambang nikel Harita Group dengan menumbalkan pulau kecil beserta seluruh kehidupan di dalamnya.
Perlawanan Hukum: Rakyat Menang Kasasi, IPPKH PT GKP Dicabut
Namun warga tak menyerah. Bersama JATAM, YLBHI, WALHI, KIARA, Trend Asia dan jaringan advokat publik, Tim Advokasi Penyelamatan Pesisir dan Pulau Kecil (TAPaK) menggugat negara lewat peradilan TUN di Jakarta. Hal ini sejalan dengan filosofi peradilan TUN yang lahir dari semangat rakyat menggugat negara. Dengan kata lain, rakyat diberi ruang untuk berkata tidak kepada keputusan pejabat yang melanggar hukum, menyimpang dari asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), atau merugikan hak-hak mereka.
Pada Senin, 07 Oktober 2024, perlawanan Rakyat melalui jalur peradilan TUN membuahkan hasil. Mahkamah Agung RI melalui Putusan Nomor: 403 K/TUN/TF/2024 mengabulkan gugatan warga termasuk permohonan penundaan pelaksanaan objek sengketa dan menyatakan batal Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.576/ Menhut- II/2014, tanggal 18 Juni 2014 tentang IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) untuk Kegiatan Operasi Produksi Bijih Nikel dan Sarana Penunjangnya pada Kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi atas nama PT. Gema Kreasi Perdana yang terletak di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara, seluas 707,10 Ha.
Majelis Hakim menyatakan bahwa kepastian hukum investasi tidak bisa dijalankan dengan mengorbankan keselamatan rakyat, ekologi, dan kehidupan yang ada di atas pulau kecil. Kalimat ini menjadi pondasi moral baru dalam hukum lingkungan hidup di Indonesia.
Pada 20 Juni 2025, JATAM menerima salinan resmi Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 264/2025 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.576/Menhut-II/2014. Keputusan ini secara resmi mencabut IPPKH milik PT GKP, dan menjadi kemenangan besar bagi gerakan rakyat Wawonii. Setelah bertahun-tahun mendengar janji pemerintah tentang hilirisasi dan transisi energi, Keputusan ini menjadi bukti bahwa suara rakyat pulau kecil akhirnya diakui secara hukum.
Rakyat Pulau Kecil Wawonii Kembali Menang di Tingkat Peninjauan Kembali (PK)
Namun kemenangan pada tingkat Kasasi belum sepenuhnya berarti akhir. Pada 1 Agustus 2025, JATAM menerima pemberitahuan resmi bahwa PT GKP mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung Republik Indonesia, dengan nomor perkara yang sama: 167/G/TF/2023/PTUN.JKT.
Setelah melalui perjalanan panjang dari gugatan di tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara hingga kasasi di Mahkamah Agung, perjuangan ini mencapai puncaknya dengan Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor: 83 PK/TUN/TF/2025, yang diputus oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI. Dalam amar putusannya, majelis hakim menolak PK yang diajukan oleh pihak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bersama dengan perusahaan tambang PT GKP, sekaligus menguatkan kemenangan warga Wawonii yang sejak awal menuntut pembatalan izin tambang nikel di pulau kecil tersebut.
Muhammad Jamil, JATAM menyatakan bahwa kemenangan ini bukan semata perkara hukum terkait legal dan ilegal. Lebih dari itu, ini adalah persoalan hidup dan matinya warga pulau kecil. Sebab, kehidupan rakyat pulau kecil bertumpu pada hubungan timbal balik, pertukaran antara tubuh dengan tanah, pesisir, dan laut yang menjadi sumber kehidupan dan identitas mereka. Ketika tambang merusak semua itu, maka terputuslah pertukaran yang menopang kehidupan. Bukankah itu sama saja dengan bentuk pembunuhan yang dibungkus atas nama tambang nikel, transisi energi, dan mantra tren rendah karbon.
Hukum Indonesia Tegas Melarang Tambang di Pulau Kecil
Secara hukum, Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, menegaskan bahwa bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk konservasi, pendidikan, penelitian, budidaya laut, pariwisata, perikanan, pertanian organik, dan pertahanan negara. Pertambangan tidak termasuk dalam daftar tersebut. Norma ini lahir dari kesadaran ekologis bahwa pulau kecil memiliki daya dukung terbatas dan berperan penting sebagai benteng ekologis dan sumber penghidupan masyarakat pesisir.
Lebih jauh, pada Pasal 35 huruf k kembali menyatakan larangan penambangan mineral yang secara teknis atau ekologis mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup di wilayah pesisir dan pulau kecil. Artinya, negara yang tetap menerbitkan izin tambang di wilayah tersebut justru melanggar hukum yang ia buat sendiri.
Prinsip ini telah dikuatkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan MK Nomor 35/PUU-X/2012, yang menegaskan bahwa pulau kecil dan pesisir adalah wilayah dengan perlindungan khusus dan tidak boleh dijadikan lokasi pertambangan karena bertentangan dengan prinsip keberlanjutan dan perlindungan bagi masyarakat pesisir,
Dengan demikian, keberadaan tambang nikel PT GKP di Wawonii sejak awal bertentangan dengan konstitusi, hukum lingkungan, dan mandat keadilan ekologis serta kebudayaan atau cara hidup masyarakat setempat.
Saatnya Negara Mengevaluasi dan Mencabut Semua Izin Tambang Di Pulau Kecil Indonesia
Kemenangan Wawonii bukan hanya kemenangan warga, tetapi juga teguran keras bagi negara. Ia menunjukkan bahwa kebijakan tambang nikel atas nama transisi energi dan hilirisasi peningkatan nilai tambah yang dicanangkan pemerintah kini berjalan tanpa dasar keadilan bagi Masyarakat korban.
Jika Presiden dan Kementerian terkait seperti Menteri Lingkungan Hidup, Kehutanan serta Kelautan dan Perikanan sungguh berpihak pada rakyat, maka lakukan moratorium nasional atas izin tambang di pulau-pulau kecil sekarang juga. Negara tak boleh lagi bersembunyi di balik dalih investasi strategis ketika bertentangan dengan nilai-nilai kebudayaan, rasa keadilan keadilan yang hidup di masyarakat, prinsip kelestarian dan kelangsungan layanan fungsi alam serta bertentangan pula dengan hukum nasional yang secara tegas melarangnya.
Pulau-pulau kecil adalah garis pertahanan terakhir Indonesia, sekaligus cermin sejauh mana negara menghormati hukum dan kemanusiaan. Kemenangan Wawonii harus menjadi amunisi kebijakan nasional untuk menghentikan seluruh izin tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil. Selain itu situasi krisis iklim sebagai salah satu dari tiga bentuk krisis planet akan meletakkan pulau-pulau kecil sebagai wilayah yang sangat rentan terlebih jika terdapat aktivitas industri ekstraktif.
Oleh karena itu Teo Reffelsen, WALHI mendesak dengan adanya preseden putusan ini Pemerintah harus berbenah dan mencabut semua izin industri ekstraktif yang ada di pulau pulau kecil, sebagaimana data Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menjelaskan ada 226 Izin Usaha Pertambangan (IUP) beroperasi di 477 pulau kecil yang tersebar di 21 kabupaten/kota di Indonesia.
Lebih lanjut Teo menegaskan, dari sisi kebijakan Pemerintah wajib memastikan tidak ada lagi peraturan yang membolehkan penerbitan izin industri ekstraktif di Pulau Kecil atau mempertegas larangan aktivitas pertambangan di Pulau kecil tanpa syarat karena aktivitas pertambangan di pulau kecil termasuk kategori abnormally dangerous atau ultra hazardous activities baik bagi lingkungan hidup maupun masyarakat.
Edy K. Wahid, YLBHI, menegaskan bahwa Putusan Peninjauan Kembali perkara ini merupakan tonggak penting bagi penegakan hak asasi manusia dan prinsip negara hukum di Indonesia. Ini menegaskan bahwa perlindungan terhadap ruang hidup rakyat, terutama masyarakat pulau kecil, adalah bagian tak terpisahkan dari kewajiban negara untuk melindungi dan memenuhi hak atas penghidupan yang layak sebagaimana dijamin konstitusi.
Lebih dari sekadar kemenangan hukum, putusan ini menjadi preseden penting bagi tata kelola sumber daya alam dan perlindungan pulau-pulau kecil dari ancaman ekstraktivisme. Kemenangan rakyat Wawonii harus menjadi dasar untuk meninjau dan menghentikan praktik serupa di wilayah lain seperti di Kepulauan Raja Ampat, Kepulauan Maluku, dan pulau-pulau kecil lain di Indonesia yang menghadapi ancaman eksploitasi tambang.
“Negara wajib menafsirkan kembali arah pembangunan dan kebijakan hilirisasi agar tidak menjadi kedok baru bagi perampasan ruang hidup. Selain itu, pemerintah dan aparat penegak hukum harus mengusut dugaan tindak pidana dan kerugian negara akibat aktivitas pertambangan ilegal PT GKP, demi memastikan bahwa keadilan hukum berjalan hingga tuntas dan tidak berhenti pada kemenangan administratif semata,” tegas Edy K. Wahid.(*)










