Sukma.co.id Jateng || Pemalang – Keluarga Pasien dugaan malapraktik dan pihak RS Harapan Sehat akhirnya mencapai kesepakatan damai untuk menyelesaikan perselisihan mereka. Kesepakatan ini diumumkan melalui kuasa hukum masing-masing di Kantor Hukum Putra Pratama, Pemalang.
Sebelumnya, keluarga pasien melaporkan RS Harapan Sehat atas dugaan malapraktik dan pelanggaran Pasal 351 tentang penganiayaan. Di sisi lain, RS Harapan Sehat melaporkan keluarga korban atas pelanggaran Pasal 170. Namun, kedua pihak kini sepakat untuk mencabut laporan masing-masing.
“Pada tanggal 30 Juni 2024, klien kami melakukan mediasi dengan manajemen RS Harapan Sehat yang dihadiri oleh tiga dokter. Hasil dari mediasi tersebut adalah kesepakatan kedua belah pihak untuk mencabut laporan masing-masing,” jelas Imam Subiyanto, S.H., M.H., C.P.M., kuasa hukum keluarga korban, pada konferensi pers hari Rabu (31/7/2024) di kantor hukum putra Pratama Pemalang.
Imam menambahkan bahwa konferensi pers ini bertujuan untuk meluruskan pemberitaan terkait kasus ini dan memastikan bahwa kesepakatan damai tercapai tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun.
“Kesepakatan damai ini adalah kesadaran murni dari kedua belah pihak tanpa ada paksaan. Ini lahir dari hati nurani klien kami dan pihak rumah sakit,” tegasnya.
Orang tua pasien, Mohammad Awang, juga mengonfirmasi keputusan untuk mencabut laporan sebagai iktikad baik dari kedua belah pihak yang ingin menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan.
“Kami mencabut laporan karena kami dan pihak rumah sakit ingin menyelesaikan masalah ini dengan cara damai, tanpa paksaan dari pihak manapun,” jelasnya. Ia juga menyampaikan terima kasih kepada kuasa hukum, media, dan semua pihak yang telah membantu proses ini dari awal hingga akhir.
Tim kuasa hukum, Arif Fakhruddin, S.H., menambahkan bahwa pada tanggal 30 Juli telah tercapai kesepakatan untuk mencabut laporan masing-masing.
“Kedua belah pihak telah saling memaafkan dan berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini secara damai,” tutupnya.
Kuasa hukum Putra Pratama menjelaskan bahwa mediasi memang dapat dilakukan di semua tingkatan perkara, baik pidana tertentu maupun umum. Negara memberikan kewenangan penuh kepada para pihak untuk menempuh jalur restoratif justice melalui perdamaian.