MUNA, SANGIASULTRA.ID – Pembangunan tower Base Transceiver Station (BTS) di Desa Laghorio, Kecamatan Kontukowuna, Kabupaten Muna, menuai sorotan dari warga setempat. Pasalnya, lokasi pembangunan tower tersebut diduga berpindah dari lahan yang telah disepakati sebelumnya ke lahan milik Kepala Desa Laghorio.
Seorang warga Desa Lahorio, La Pata mengungkapkan kekecewaannya terhadap pihak Telkomsel. Ia mengaku bahwa awalnya telah terjadi kesepakatan untuk pembangunan tower di lahannya saat survei lokasi.
“Sangat disayangkan, saat survei lahan, kami sudah sepakat untuk pembangunan di lahan saya. Tapi tiba-tiba titiknya berubah tanpa konfirmasi,” ujar La Pata. Minggu, 5 Oktober 2025.
La Pata menjelaskan, tim survei dari Telkom yang diantar oleh Kepala Desa Lahorio telah melakukan survei di rumahnya pada bulan Agustus lalu. Bahkan, telah terjadi kesepakatan kontrak sewa lahan sebesar Rp 80 juta untuk jangka waktu 11 tahun. Namun, setelah pertemuan tersebut, tidak ada kabar kelanjutan mengenai kontrak sewa lahan. Ia justru mendengar kabar bahwa titik pembangunan tower dipindahkan ke lahan kepala desa dengan nilai kontrak sewa lahan sebesar Rp 60 juta.
“Saya curiga ada permainan mata antara pihak perusahaan Telkom dengan kepala desa, sehingga saya yang dirugikan,” ungkap La Pata.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Desa Lahorio, Yusran, menyatakan bahwa pembangunan tower BTS di lahannya telah sesuai dengan titik yang ditunjuk oleh pihak Telkomsel. Ia juga mengklaim bahwa pihak perusahaan telah melakukan survei di rumahnya. Yusran menyerahkan sepenuhnya penentuan titik lokasi kepada pihak perusahaan.
“Koordinasinya ke pihak perusahaan Telkom saja, karena yang menentukan itu bukan saya,” katanya.
Yusran menambahkan, pihak Telkom melakukan survei di tiga titik lokasi. Namun, keputusan akhir mengenai lokasi pembangunan diserahkan kepada perusahaan.
Sementara itu, tim survei PT Dayamitra Telkomunikasi, Adam, menjelaskan bahwa permasalahan ini hanya disebabkan oleh miskomunikasi dengan warga. Ia menegaskan bahwa penentuan titik lokasi telah sesuai dengan prosedur dan mekanisme perusahaan. Adam membenarkan bahwa ada tiga titik lokasi yang disurvei, termasuk lahan milik La Pata dan kepala desa.
Adam membantah adanya kesepakatan awal dengan La Pata terkait penentuan titik lokasi di rumahnya. Ia menjelaskan bahwa saat survei, pihaknya hanya menawarkan harga sewa lahan sebesar Rp 80 juta sesuai dengan ketentuan perusahaan.
“Belum ada kesepakatan. Ini hanya miskomunikasi. Kami sampaikan juga di titik lokasi yang kami survei,” jelasnya.
Adam menambahkan, setelah survei di tiga titik, pihaknya membuat laporan ke Telkomsel. Hasilnya, hanya satu titik yang disetujui, yaitu lahan milik kepala desa.
“Ada tiga titik yang saya ajukan, dan ternyata hanya satu titik yang di-ACC, yaitu di lahan Pak Kades,” pungkasnya.
Penulis : Muhammad