MUNA BARAT, SANGIASULTRA.ID – Polemik penggunaan material lokal dalam proyek pembangunan jalan program Inpres Jalan Daerah (IJD) di Kabupaten Muna Barat akhirnya terjawab.
Beberapa hari lalu, proyek ini menjadi polemik karena penggunaan material lapis pondasi bawah (LPB) dalam proyek pembangunan jalan program IJD 2025 di Kecamatan Kusambi. Material yang digunakan diduga tidak sesuai dengan usulan yang direncanakan oleh Dinas PUPR Mubar.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Balai Jalan Nasional Sulawesi Tenggara (Sultra), La Sahiru angkat bicara. Ia menegaskan, seluruh proses hingga penggunaan material telah mengikuti ketentuan teknis dan regulasi yang berlaku.
La Sahiru menyampaikan bahwa penentuan sumber material bukan didasarkan pada asumsi, melainkan hasil pengujian laboratorium yang sah dan bersertifikat.
“Saya jelaskan dulu latar belakang pekerjaan ini. Setelah ada persetujuan saat kedatangan Menteri PUPR di Muna Barat beberapa waktu lalu, usulan Muna Barat itu ada tujuh paket. Namun yang disetujui hanya tiga paket IJD,” jelas La Sahiru kepada wartawan, Jumat, 31 Oktober 2025 lalu.
Kata dia, tender proyek dilakukan melalui e-katalog yang bersifat terbuka. PT Bangun Ekonomi Saurea yang menjadi pelaksana kemudian mengajukan pengujian material di dua laboratorium resmi.
“Setelah kontrak diteken, penyedia jasa (PT Bangun Ekonomi Saurea) mengajukan permohonan ke laboratorium untuk uji material, bahkan di dua laboratorium. Nah, uji lab-nya ini dilakukan di UPTD provinsi dengan Balai. Itukan bersertifikat. Artinya, proses uji tersebut resmi dan berkesesuaian dan itu sudah sesuai prosedur,” ungkapnya.
Sebelumya, muncul usulan agar material didatangkan dari Moramo karena ada anggapan bahwa Muna Barat tidak memiliki sumber batu yang memenuhi syarat. Namun, data teknis menunjukkan sebaliknya. Hasil uji laboratorium menunjukkan material milik PT Bangun Ekonomi Saurea ini masuk spesifikasi. Bahkan, kaka dia, nilainya sekitar 31 persen, dan memenuhi batas ketentuan teknis.
“Jadi, kita mempertimbangkan itu berdasarkan kualitas, bukan warna batu atau bentuknya. Yang penting adalah hasil uji lab serta memenuhi persyaratan hukum,” tegasnya.
Meski begitu, La Sahiru memastikan bahwa untuk lapisan perkerasan aspal, material tetap didatangkan dari luar daerah. Hanya disarankan untuk lapis atas tidak boleh menggunakan batu lokal.
“Untuk lapisan atas itu harus tetap didatangkan dari Moramo. Itu sudah disepakati. Batu 0,5 dan material halusnya sudah lama masuk satu tongkang,” bebernya.
Selain itu, La Sahiru juga menjelaskan perbedaan penggunaan material antar kontraktor. “Jadi kenapa ada perbedaan dengan perusahaan lain? karena perusahaan itu memang tidak punya sumber batu di Muna Barat sehingga mereka langsung mendatangkan dari luar. Berbeda dengan PT Bangun Ekonomi Saurea yang memang punya sumber material lokal yang lolos uji,” tuturnya.
La Sahiru kembali menegaskan bahwa kontrak proyek tidak memuat kewajiban penggunaan material dari daerah tertentu, melainkan hanya pengaturan jarak kuari yang diperbolehkan.
“Lalu, ketika kami memeriksa dokumen penawaran, memang tidak ada ketentuan yang mewajibkan material dari Moramo, yang ada hanya usulan awal. Di dokumen kontrak tidak tercantum lokasi material harus dari mana, hanya ketentuan jarak kuari,” ujarnya.
Mencegah terjadinya kelebihan bayar, PPK juga menghapus biaya mobilisasi tongkang melalui addendum kontrak. “Selanjutnya, soal biaya mobilisasi tongkang karena perusahaan ini memakai material lokal dan tidak menggunakan tongkang, maka biaya mobilisasi tongkang harus dihilangkan agar tidak terjadi kelebihan bayar,” paparnya.
“Itu kita antisipasi untuk mencegah temuan BPK sehingga dilakukan addendum untuk menghapus komponen biaya mobilisasi tongkang. Akibatnya, perusahaan Gomberto mengurangi sekitar 4 persen lebih dari nilai penawarannya,” sambungnya.
Dengan penjelasan ini, PPK menekankan bahwa penggunaan material lokal dalam proyek IJD di Muna Barat bukan hanya sah secara administrasi, tetapi juga memenuhi standar teknis dan prinsip efisiensi.
Penulis : Muhammad














