LAWORO, SANGIASULTRA.ID – Pembangunan Jembatan Tolimbo senilai Rp3 miliar di Desa Tangkumaho, Kecamatan Napano Kusambi, Kabupaten Muna Barat (Mubar), terus menuai polemik. Proyek ini menjadi sorotan publik menyusul dugaan penggunaan material galian C ilegal yang diambil dari kawasan hutan.
Terkait dengan penggunaan material di area kawasan hutan itu, saat ini sudah ditangani oleh Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) atas aduan masyarakat.
Selanjutnya, Dishut Sultra langsung menindak lanjuti laporan dari masyarakat dan akan menelusuri material yang digunakan oleh pihak perusahaan pada pekerjaan jembatan Tolimbo.
Staf Bidang Perencanaan Pemanfaatan Hutan Dishut Sultra, Ardi menyatakan bahwa pihaknya telah menindaklanjuti laporan dari masyarakat dan lembaga terkait aktivitas galian C ilegal di lokasi proyek.
“Terkait hal ini, perwakilan lembaga telah berkunjung ke kantor Dishut dan bertemu dengan Kepala Bidang Perlindungan Hutan pada Senin, 22 September lalu,” ungkap Ardi melalui pesan WhatsApp. Rabu, 24 September 2025.
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Dishut Sultra segera mengirimkan surat resmi kepada Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Muna.
“Surat tersebut berisi instruksi agar KPH segera melakukan verifikasi lapangan dan menghentikan kegiatan yang dimaksud,” tegas Ardi.
Saat dikonfirmasi mengenai status lahan tempat pengambilan material timbunan dan batu fondasi jembatan, Ardi menegaskan bahwa kawasan tersebut merupakan hutan produksi.
“Hutan produksi,” singkatnya.
Namun, Ardi enggan berkomentar mengenai sanksi yang akan diberikan kepada kontraktor jika terbukti melakukan penambangan ilegal, serta kemungkinan pelimpahan kasus ini ke aparat penegak hukum.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Mubar, Karimin menyatakan terkait dengan pekerjaan jembatan Tolimbo itu, KPH wilayah 6 sudah turun lapangan mengecek dilokasi.
“Tadi saya juga sudah dikonfirmasi dan saya sudah beri penjelasan semua itu,” katanya.
Karimin bilang, saat ini proses pekerjaan jembatan tersebut masih terus berlanjut sambil mengurus ijin pinjam pakai kawasan. Hal ini juga sesuai arahan dari KPH Muna agar ijin pinjam pakai kawasan tersebut segera diurus.
Rencanayanya dalam waktu dekat ini pihaknya akan segera menemui Badan Pemantapan Kawasan Hutan, kemudian ke Dinas Kehutanan Provinsi, setelah itu akan menyampaikan hal itu ke PTSP.
“Jadi sekarang saya lagi berproses mengurus pinjam pakai kawasan walaupun sebenarnya kita hanya datang meng konstruksi jembatan yang ada,” ujarnya.
Mantan Kadis PUPR Mubar ini menambakan bahwa terkait dengan pembangunan jembatan dan jalan di wilayah kawasan tersebut sebeanarnya sudah dilakukan sejak dulu sebelum mekar dari Muna.
“Saya hadir untuk aset yang ada, jadi tidak menyimpang aset baru sebenarnya di kawasan hutan ini,” jelasnya.
Dugaan praktik ilegal ini mencuat setelah warga setempat menemukan bahwa kontraktor pelaksana, CV Cipta Barokah, menggunakan material timbunan dan batu fondasi dari lokasi galian yang berada tepat di seberang lokasi pembangunan jembatan.
Salah satu warga setempat, Fahri menilai bahwa aktivitas tersebut berpotensi merusak lingkungan.
“Lahan yang mereka gunakan ini masih berstatus kawasan hutan dan diduga tidak memiliki izin penambangan. Selain itu, batu yang digunakan juga tidak sesuai spesifikasi karena mengandung kapur, yang dapat berdampak buruk pada kualitas jembatan,” jelasnya.
Kepala Desa Tangkumaho, La Ode Halio, saat dikonfirmasi belum bisa memberi keterangan karena masih menjalani pemeriksaan di KPH Muna.
“Nanti sebentar, saya masih di kehutanan. Masih pemeriksaan saya ini,” singkat melalui WhatsApp.
Pelaksana proyek, Arham, mewakili CV. Sandana Cipta Barokah, saat dikonfirmasi melalui sambungan telpon belum bisa menjelaskan hal tersebut.
Penulis : Muhammad